NewsPendidikan

“PERSPEKTIF MORAL” ANAK MEMVIRALKAN KEJELEKAN ORANGTUANYA DI MEDIA SOSIAL

Akhir-akhir ini kita disugihi tontonan yang sebenarnya menggelikan  pada media cetak dan elektronik serta Medsos lainnya yang membuat pikiran dan perasaan kita yang melihat berita Viral itu seorang guru (diiktibarkan sebagai anak dari sebuah Institusi Pendidikan yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan) menjadi tontonan yang menggelikan. Bagaimana tidak menggelikan, Guru (anak) yang menviralkan  orangtunya yaitu  Kepala Dinas (sebagai Bapak), dengan Bangganya menjelekkan bapaknya di medsos yang ditanggapi beragam dari netizen, ada yang mendukung Cuitan Guru itu, dan ada juga yang menghujat kembali ciutannya dengan mengatakan   anak yang tidak bermoral,tidak beradab dan tidak beretika dengan tega menjelek-jelekkan orangtuanya (Bapaknya)/Kepala Dinas Pendidikan.

Tulisan saya diberbagai media pernah mengupas bahwa saat ini terjadinya dekadensi Moral pada dunia pendidikan kita. Tulisan saya yang lain mengupas, Hilangnya Keberkahan dari dunia pendidikan Kita di Indonesia. Dalam tulisan itu ada frasa yang saya sampaikan bahwa hilangnya keberkahan duni pendidikan kita dimana anak sudah tidak pandai lagi menghormati orangtuanya, ini persis dengan kejadian yang lagi Viral dimana seorang Guru Honorer salah satu SMK Swasta di Banjarbaru (Amalia Wahyuni) dengan bangganya dan merasa tidak berdosa menyerang Bapaknya (kepala Dinas Pendidikan) Prov.Kalsel.

Ada 2 hal yang menjadi penafsiran netizen ketika mendengar ciutan tersebut:

1. Guru honorer ini (kebetulan hanya honor sekolah, bukan PNS ataupun guru P3K dan juga belum honor Provinsi yang SK nya ditandatangani Kepala Dinas) persepsi netizen sebagian mengatakan  hanya mencari sensasi, karena menyimak videonya dia katakan tidak takut dipecat. Betul yang dia sampaikan karena tidak mungkin Kepala Dinas yang akan memecat karena dia bukan ASN dan tidak diangkat dan di SK kan oleh Kepala Dinas sehingga dia dengan beraninya mengatakan itu,kebetulan Amalia Wahyuni hanya honorer yang diangkat oleh sekolah/yayasan.

2. Netizen mendukung dan mensupport tulisannya ataupun ciutannya di Medsos karena menganggap bahwa Amalia Wahyuni orang terdzolimi oleh kepala Dinas dengan menyuruh keluar ruangan saat itu, sehingga netizen mendukungnya yang sesungguhnya tidak seperti itu kejadiannya, berdasarkan informasi dari guru-guru yang ikut dalam acara itu yang  membantah tudingan dari Amalia Wahyuni ini.

Dari Perpspektif Moral, memviralkan kejelekan orangtua (kepala Dinas) oleh Guru (anak) di media sosial umumnya tidaklah pantas . Ada beberapa alasan ini:

1. Kehormatan dan Martabat: Setiap individu, termasuk orangtua, memiliki hak atas kehormatan dan martabat mereka. Menyebarkan aib atau kejelakan mereka dapat merusak reputasi dan menyebabkan rasa malu yang mendalam.

2. Hubungan Keluarga: Tindakan ini dapat merusak hubungan antara anak (Guru) dan orangtua (Kepala Dinas) sehingga Kepercayaan dan rasa hormat yang seharusnya ada dalam keluarga bisa hilang.

3. Etika dan Moralitas: Dalam banyak budaya dan agama, menutupi aib orang lain apalagi Guru (anak) , kepada Bapaknya (kepala Dinas) , adalah tindakan yang dianjurkan. Misalnya dalam Islam, membuka aib orang lain termasuk dalam kategori Ghibah yang dilarang.

4. Dampak Psikologis : Menyebabkan aib atau kejelekan orangtua (kepala Dinas) dapat menyebabkan trauma Psikologi bagi mereka. Ini juga bisa berdampak negatif pada anak itu sendiri (Guru), baik secara emosional maupun sosial.

Kehebohan Anak (Guru) dengan orangtua (kepala Dinas) mengundang kepedulian masyarakat, karena perbedaan dalam melihat masalah mereka. Sebagian masyarakat melihat dari sisi prilaku anak (Guru) tersebut Kurang Beradab dalam menyampaikan tegoran kepada orangtuanya (kepala Dinas). dan sebgaian juga menyampaikan bahwa mestinya perlu masing-masing introspeksi yang berujung pada permohonan maaf anak (guru) tersebut kepada orangtunya (Kepala Dinas), bukan dengan semakin berbangga hati karena banyaknya follower di medsos dan jadi Artis sesaat sehingga semakin melebar permasalahan tersebut yang sudah keluar dari konteks sesungguhnya.

Netizen juga Berharap ada klarifikasi dari Kepala Dinas (sebagai orangtua) melalui Medsos terkait prilaku anaknya (guru) yang tidak beretika dan tidak beradab tersebut, Namun pihak bapak (Kepala Dinas) tak kunjung membuat klarifikasi sesuai dengan harapan Netizen dengan alasan, bahwa dalam keluarga ada anak yang penurut dan ada anak yang kadang-kadang juga nakal tetapi semua itu adalah anaknya yang disayangi. Disinilah kehebatan seorang orangtua (kepala Dinas) dengan bijak tidak ikut dan tidak mau menjelek-jelekkan Kembali anaknya (Guru) tersebut dimasyarakat, karena dia hanya berdoa semoga anaknya (guru) tersebut diberikan Hidayah dan kembali ke jalan yang benar, jalan dimana seorang anak yang didambakan oleh orangtua (kepala Dinas)  menjaga harkat dan martabat orangtuanya (Kepala Dinas) bahkan menjadi pelindung bagi orangtunya, Karena seorang orangtua  juga manusia biasa yang kadang juga khilaf, terkadang kondisi kesehatan dan lelahnya yang juga perlu pengertian dari seorang anak (guru), dan dengan kesadaran anaknya itu berujung pada permohonan maafnya kepada orangtuanya secara Jujur. Di media sosial dan juga saran dari guru-guru yang juga anak dari Dinas Pendidikan menyarankan agar anak legowo meminta maaf kepada orangtuanya. Tap jika anak (guru) itu mengatakan bahwa harus orangtuanya (Kepala Dinas Pendidikan) yang harus minta maaf, maka masyarakat sudah bisa menilai siapa sebenarnya yang tidak memiliki etika, siapa sebenarnya yang tidak Berakhlak dan siapa sebenarnya yang  tidak Beradab itu.

Dr.syahrir Ketua DPW IGVIM Kalsel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *