NewsPendidikan

Sistem Zonasi PPDB dan Masa Depannya dalam Dunia Pendidikan Indonesia

Dr. Drs.H Syahrir,MM Kepala SMKN 5 Banjarmasin/Pemerhati Pendidikan

Tulisan ini saya coba untuk memberikan masukan kepada pengambil kebijakan terkait dampak yang akan ditimbulkan ketika sistem zonasi di hapus atau bahkan dipertahankan. Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan pada jenjang SD, SMP, dan SMA di Indonesia merupakan kebijakan yang terus memancing perdebatan sejak diimplementasikan. Didesain untuk mendorong pemerataan kualitas pendidikan dan mengurangi kesenjangan antarsekolah, sistem ini menghadapi tantangan dalam praktiknya. Namun, jika sistem zonasi dihapus pada tahun ajaran 2025/2026, sejumlah dampak baik positif maupun negatif akan muncul, termasuk potensi menumpuknya siswa di sekolah favorit, meningkatnya praktik korupsi dalam penerimaan siswa, hingga persoalan pemerataan kualitas pendidikan.

Mengenal Sistem Zonasi dalam PPDB

Sistem zonasi adalah kebijakan yang mewajibkan siswa untuk mendaftar ke sekolah yang berada di dekat tempat tinggal mereka. Tujuannya adalah untuk memberikan akses pendidikan yang adil bagi semua anak tanpa memandang latar belakang ekonomi. Sistem ini juga diharapkan mampu mengurangi stigma terhadap sekolah tertentu yang dianggap kurang berkualitas.

Namun, dalam pelaksanaannya, sistem zonasi sering kali mendapat kritik, terutama terkait kesenjangan kualitas antara sekolah. Banyak sekolah di zona tertentu memiliki fasilitas yang jauh lebih baik dibanding sekolah lain. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah masalah sebenarnya adalah sistem zonasi itu sendiri, atau justru ketimpangan dalam kualitas pendidikan?

Dampak Positif Ketika Sistem Zonasi Dihapus

Jika sistem zonasi dihapus, beberapa dampak positif yang mungkin terjadi meliputi:

1. Kebebasan Memilih Sekolah

Orang tua dan siswa dapat memilih sekolah berdasarkan preferensi mereka, baik dari segi kualitas pendidikan, fasilitas, maupun program ekstrakurikuler. Ini memberikan fleksibilitas bagi keluarga untuk mencari sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak.

2. Meningkatkan Kompetisi Antar Sekolah

Tanpa batasan zonasi, sekolah-sekolah dituntut untuk meningkatkan kualitas mereka agar menarik minat siswa. Ini dapat mendorong sekolah untuk lebih inovatif dan memperbaiki sistem pengajaran, fasilitas, serta layanan mereka.

3. Mengurangi Ketimpangan Persepsi

Sistem zonasi sering kali membuat orang tua yang berada di zona sekolah “kurang favorit” merasa dirugikan. Dengan penghapusan zonasi, stigma ini dapat berkurang karena orang tua memiliki kebebasan untuk memilih sekolah terbaik.

Dampak Negatif Ketika Sistem Zonasi Dihapus

Namun, penghapusan sistem zonasi juga tidak lepas dari dampak negatif, antara lain:

1. Penumpukan Pendaftaran di Sekolah Favorit

Sekolah yang dianggap favorit kemungkinan besar akan mengalami lonjakan pendaftaran. Hal ini dapat menyebabkan persaingan yang tidak sehat, di mana hanya siswa dengan nilai tertinggi atau yang mampu membayar biaya tambahan tertentu yang dapat diterima.

2. Praktik Sogok-Menyogok

Tanpa sistem zonasi, ada potensi meningkatnya praktik korupsi dalam penerimaan siswa baru. Orang tua dengan kemampuan ekonomi lebih kuat mungkin menggunakan cara-cara tertentu untuk memastikan anaknya diterima di sekolah favorit, seperti memberikan suap kepada pihak sekolah atau menyalahgunakan jalur prestasi.

3. Meningkatnya Ketimpangan Sosial

Penghapusan zonasi dapat memperparah ketimpangan sosial. Siswa dari keluarga kurang mampu mungkin kesulitan bersaing dengan siswa dari keluarga kaya yang memiliki lebih banyak sumber daya untuk mendapatkan akses ke sekolah favorit.

4. Transportasi dan Biaya Tambahan

Tanpa batasan zonasi, siswa yang ingin bersekolah di luar area tempat tinggal mereka mungkin harus menghadapi tantangan logistik, seperti biaya transportasi yang lebih tinggi. Ini dapat menjadi beban tambahan bagi keluarga.

Persoalan Utama dalam Sistem Zonasi

Persoalan utama yang muncul dalam sistem zonasi sebenarnya bukan pada konsepnya, melainkan pada pelaksanaannya. Salah satu alasan utama sistem ini dianggap bermasalah adalah ketimpangan kualitas antara sekolah. Beberapa sekolah memiliki guru yang lebih profesional, fasilitas yang lebih baik, dan program pendidikan yang lebih inovatif, sementara sekolah lain tertinggal jauh.

1. Ketidakmerataan Guru Profesional

Salah satu tantangan terbesar dalam sistem zonasi adalah distribusi guru profesional. Guru berkualitas sering kali terkonsentrasi di sekolah-sekolah favorit, sehingga sekolah di daerah lain kekurangan tenaga pengajar yang kompeten.

2. Kesenjangan Fasilitas Sekolah

Banyak sekolah di Indonesia, terutama di daerah terpencil, memiliki fasilitas yang tidak memadai, mulai dari ruang kelas yang tidak layak hingga kurangnya akses ke teknologi. Hal ini membuat orang tua enggan mendaftarkan anaknya ke sekolah di zona tempat tinggal mereka jika sekolah tersebut memiliki fasilitas yang buruk.

3. Kurangnya Kesadaran dan Sosialisasi

Ketika sistem zonasi pertama kali diterapkan, banyak orang tua yang merasa kebingungan karena kurangnya informasi dan sosialisasi. Hal ini memicu penolakan karena mereka merasa sistem tersebut membatasi hak mereka untuk memilih sekolah.

Alternatif Solusi: Meningkatkan Pemerataan Pendidikan

Jika sistem zonasi dihapus, pemerintah harus mencari cara untuk mengatasi dampak negatif yang mungkin muncul. Namun, jika sistem zonasi tetap dipertahankan, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaannya:

1. Meningkatkan Kualitas Sekolah di Seluruh Zona

Pemerintah harus fokus pada pemerataan kualitas sekolah dengan meningkatkan fasilitas, tenaga pengajar, dan program pendidikan di seluruh daerah. Hal ini akan mengurangi stigma terhadap sekolah tertentu dan memberikan kesempatan yang setara bagi semua siswa.

2. Distribusi Guru yang Lebih Merata

Kebijakan untuk mendistribusikan guru profesional secara adil harus dilakukan. Insentif khusus dapat diberikan kepada guru yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil atau sekolah yang kurang favorit.

3. Peningkatan Transparansi dalam Proses PPDB

Untuk mencegah praktik sogok-menyogok, proses PPDB harus dilakukan secara transparan dengan pengawasan ketat. Penggunaan sistem daring yang terintegrasi dapat membantu memastikan tidak ada kecurangan dalam proses penerimaan.

4. Pengembangan Sekolah-Sekolah Alternatif

Pemerintah dapat mendorong pengembangan sekolah-sekolah alternatif, seperti sekolah berbasis komunitas atau sekolah kejuruan, yang dapat memberikan pilihan tambahan bagi siswa.

Kesimpulan

Penghapusan sistem zonasi dalam PPDB tahun ajaran 2025/2026 memiliki dampak positif dan negatif yang harus dipertimbangkan dengan matang. Di satu sisi, kebebasan memilih sekolah dapat meningkatkan kompetisi dan mendorong sekolah untuk berinovasi. Namun, di sisi lain, potensi praktik korupsi, ketimpangan sosial, dan penumpukan siswa di sekolah favorit menjadi risiko besar.

Persoalan utama sebenarnya bukan pada keberadaan atau penghapusan zonasi, melainkan pada akar masalah berupa ketimpangan kualitas pendidikan di Indonesia. Selama pemerintah belum mampu memastikan pemerataan guru profesional, fasilitas, dan kualitas pendidikan, sistem apa pun yang diterapkan akan selalu menuai kritik.

Oleh karena itu, langkah terbaik adalah memperbaiki sistem zonasi dengan fokus pada pemerataan pendidikan. Dengan begitu, semua siswa, tanpa memandang latar belakang mereka, memiliki kesempatan yang setara untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *